Rabu, 25 Februari 2009

Kesuksesan Menurut Allah

Pada tulisan sebelumnya, saya sudah menyebutkan bahwa Allah tidak memerintahkan kita untuk menjadi sukses, kaya, berpengaruh/berkuasa, dan lain-lain hal yang menjadi sasaran ambisi manusia. Allah tidak memandang itu semua. Allah menuntut satu hal saja dari kita selama hidup di dunia ini: kita menyempurnakan ibadah kita/penghambaan kita kepada-Nya. Dalam kerangka berfikir seperti inilah, saya ingin menyampaikan bahwa ada sebenarnya ‘kesuksesan’ yang dituntut Allah untuk kita kejar. Kata kesuksesan saya beri tanda kutip karena kata tersebut mengandung pengertian yang sama sekali lain dengan yang kita ketahui dan percayai selama ini. Kita mengartikan sukses sebagai mempunyai harta berlimpah, karir yang gemilang, dan ketenaran/kepopuleran, dan lain-lain. Kesuksesan seperti ini berbeda dengan yang diinginkan Allah. Apa kesuksesan di pandangan Allah dan yang diinginkan-Nya dari kita? Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan (Al-Maidah/5: 185). Ayat di atas sungguh-sungguh ayat yang sangat mendalam pengertiannya. Mari kita lihat. Ayat ini pertama-tama mengatakan ‘semua yang memiliki nyawa akan mati’. Orang kaya akan mati, orang miskin juga, yang sukses mati, yang gagal demikian pula, orang-orang yang tenar dan orang-orang yang cuma dikenal keluarganya juga akan mati. Intinya, semua jenis kekayaan, kemiskinan, keberhasilan, kegagalan, kebahagiaan dan penderitaan di dunia ini, semuanya akan berakhir. Semua akan terhenti begitu maut merenggut si empunyanya. Tidak ada kebahagiaan/kesuksesan dan penderitaan/kegagalan yang abadi di dunia ini. Semuanya bersifat sementara, semuanya akan berakhir. Artinya, tidak ada kesuksesan dan kegagalan yang sebenarnya di dunia ini. Lanjutan ayatnya: “Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu” berarti kebahagiaan yang sejati ada setelah semuanya mati dan seluruh jagad raya dihancurkan, pada waktu kiamat, di surga yang dijanjikan Allah bagi orang-orang yang menyempurnakan penghambaannya di dunia. Implikasinya, kegagalan yang sebenarnya juga ada setelah kiamat, di neraka, bagi orang-orang yang gagal menyempurnakan ibadahnya kepada Allah. Inilah yang ditegaskan lanjutan ayat tersebut “Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung”. Kata ‘faaz’ yang diartikan dengan ‘beruntung’ pada terjemahan ayat di atas sebenarnya juga berarti ‘sukses, berhasil’. Jadi, Allah berfirman dalam ayat ini: Siapa yang masuk surga, ia adalah orang yang sukses. Sebaliknya, yang masuk neraka adalah orang yang gagal. Kita ulangi lagi. Siapa yang masuk surga, ia adalah orang yang sukses. Sebaliknya, yang masuk neraka adalah orang yang gagal. Plain and simple. Jelas dan sederhana makna kalimatnya. Tidak rumit-rumit. Tidak njelimet. Siapa yang masuk surga, ia adalah orang yang sukses. Sebaliknya, yang masuk neraka adalah orang gagal. Sukses yang sebenarnya dan gagal yang sebenarnya. Inilah makna kesuksesan dalam pandangan Allah, Rasulnya, dan para Sahabat/generasi Islam awal yang Allah muliakan di dunia dan akhirat. Kita bisa melihat, misalnya, dalam sebuah hadith yang dituliskan Imam Bukhari dalam Kitab Sahih-nya pada bab Iman. Hadith ini—diriwayatkan oleh Sahabat Rasulullah yang bernama Talhah bin Ubaidullah—mengenai seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah mengenai Islam. Setelah Nabi selesai menjelaskan ibadah-ibadah dalam Islam, laki-laki itu berkata: “Demi Allah, aku akan mengamalkan tidak lebih dan tidak kurang daripada ini [‘ini’ maksudnya penjelasan Rasulullah]”. Rasulullah lalu berkata “jika apa yang ia katakan benar [maksudnya, apabila ia betul-betul beramal sesuai dengan apa yang ia niatkan barusan], maka ia akan sukses [yakni ia akan diberikan surga]”. Kiranya jelas bahwa Rasullah mengartikan kesuksesan sebagai ”menyempurnakan penghambaan/ibadah kepada Allah dan mendapatkan surga sebagai balasannya.” Dalam hadith yang lain, seorang Sahabat Rasulullah yang lain yang bernama Anas bin Nadhar ikut berperang dalam Perang Uhud. Ketika ia dilukai musuh dan akan segera syahid, ia berkata “Fuztu birabbil Ka’bah! [Demi Tuhannya Ka’bah, saya sukses!]”. Saya mohon anda merenungkan petikan hadits yang terakhir di atas. Seseorang yang akan mati karena dilukai musuh malah berkata “Saya sukses!”. Alangkah jauhnya makna kesuksesan menurut kita dan dia! Alangkah anehnya dia di pikiran kita dan alangkah anehnya kita di pandangan dia! Dia akan mati namun dia berkata “Saya sukses”? Aneh, ya? Namun, inilah kesuksesan di pandangan Allah! Inilah keberhasilan yang diinginkan Allah kita capai! Bukankah jelas bahwa kita sudah sangat terjauhkan dari kehendak Allah dan kesuksesan hidup yang sebenarnya apabila kita depresi dan lalu berniat bunuh diri karena tidak berhasil menjadi kaya, sukses, populer dan lain-lain hal yang menjadi ambisi kita? Dengan kita berpikiran Sahabat tadi aneh saja sudah menunjukkan betapa anehnya kita sekarang dalam pandangan Allah. Allah menciptakan kita. Kita diberi tugas selama hidup di dunia. Tugasnya adalah menyempurnakan ibadah/penghambaan kepada Allah. Apabila kita berhasil, kita akan mendapatkan surga. Apabila kita gagal, kita akan dicampakkan ke dalam neraka. Jelas dan sederhana. Tetapi apa yang kita lakukan? Kita mengejar kekayaan. Kita mengerahkan seluruh kemampuan untuk mendapatkan kekuasaan. Banyak di antara kita yang bahkan melacurkan diri [: menjual integritas, mencuri, menyerang pesaing kita dengan fitnah keji] untuk mendapatkan ambisinya. Dan pada saat kita gagal, kita depresi, menuduh Allah tidak adil, dan berniat bunuh diri? Siapa sekarang yang aneh? Astaghfirullah. Saya mohon ampun kepada Allah apabila perkataan saya menyinggung perasaan anda. Tolong, jangan menjauh dari saya. Memang kebenaran kadang-kadang menyakitkan dan mengasihani diri sendiri adalah pelarian yang sangat memabukkan, tetapi mohon jangan menjauh dari saya. Mungkin sebaiknya saya sudahi dulu tulisan ini. Saya ingin merangkum penjelasan saya ini. Allah Maha Penyayang dan Maha Memudahkan dan hidup ini sebenarnya mudah. Kita yang membuat hidup ini jadi susah. Walaupun begitu, kalau kita mengalami kesusahan, jangan putus asa. Mohonlah pertolongan kepada Allah. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Al-Baqarah/2: 186)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar